“Kemudian yang kamu perlukan hanyalah kaki yang akan melangkah lebih
jauh, tangan yang akan berbuat lebih banyak, mata yang akan melihat
lebih lama, leher yang akan lebih sering mendongak, tekad yang setebal
baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras serta mulut yang selalu
berdoa.”
Begitulah tekad yang bulat untuk meraih sebuah cita-cita. Termasuk keinginan kuat untuk menapakkan kaki di Puncak tertinggi pulau Jawa, Mahameru, Gunung Semeru, Lumajang Jawa Timur.
Tak terpikirkan olehku sendiri dengan keinginan ku itu. Aku hanya seorang pendaki gunung pemula. Tapi entahlah, ada keinginan gilaku untuk meraih nya. Aku memang wanita yang terkenal ambisius, ya, inilah aku dan ceritaku.
Cerita ini bermula pada obrolan di balkon kantor yang kadang-kadang tidak karuan arah pembicaaannya. Tapi entah mengapa tiba-tiba saja ter-mention kata-kata naik gunung, dan kata-kata Gunung Semeru. Hati ini yang sudah sangat ingin melakukan pendakian lagi, dengan tidak sabar mengorek lebih dalam dan mengontrol pembicaraan agar tidak berbelok ke arah lain. Ya, dan akhirnya, tercetuslah bahwa akan ada salah satu teman kantor yang berencana ke Semeru. Gila, sangat gila pikiranku saat itu. Dengan modal nekat, aku dan salah satu teman kantorku mengiyakan untuk ikut ke Gunung Semeru.
Liburan panjang bulan Mei 2016, menjadi saksi bisu kegilaanku. Berbekal ijin dari Mamaku, ijin untuk sekedar "mau kemah", akhirnya kaki ini berani untuk melangkah menapaki jejak demi jejak menuju Puncak. Berbekal kenekatan yang luar biasa, aku dan beberapa teman akhirnya berangkat menuju Tumpang untuk mendapatkan mobil Jeep yang akan mengantar kita semua ke Desa Ranupane. Kita semua sadar hari itu adalah libur panjang. Pendaki yang ingin ke Semeru bukan hanya kita saja, tapi bejibun. Kami bersembilan orang ( 3 cowok. 6 cewek ) menuju tumpang. Kami berangkat pada pukul 05.30 wib. Kami memesan angkot putih malang untuk menuju Tumpang. Dan benar saja, saat kita sampai di Tumpang, sudah banyak sekali pendaki-pendaki yang antri disana. Carrier tergelatak disana-sini, Jeep menderu datang dan pergi, menaikkan penumpang dan menurunkanya. Sangat ramai sekali, batin ini berucap. Asa sudah sangat menipis karena hampir 3 jam, rombongan kami belum juga mendapatkan Jeep. Rencana untuk ganti haluan ke Gunung Buthak sempat terpikirkan. Ya walaupun ada sedikit kekecewaan saat memikirkan hal itu. Tapi ada usaha pasti ada hasil. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya kami berhasil "merayu" sopir jeep untuk membawa kami ke desa Ranupane. Dan finally, kita berangkat menuju Desa Ranupane, selakah lebih dekat untuk menuju Gunung Semeru.
Desa Ranupane, adalah desa terakhir sebelum Gunung Semeru. Tak salah jika tempat ini adalah tempat berkumpulnya para pendaki entah itu yang akan menuju puncak atau setelah turun puncak. Di desa ini pulalah pos perizinan untuk mengurus surat-surat dan berbagai ijin untuk naik ke semeru terletak. Jangan sekali-kali untuk mecoba untuk menjadi pendaki ilegal ya. Selain terdapat pos perijinan, para pendaki juga disuguhkan warung-warung makan dan toko oleh-oleh.
Kembali ke cerita saya, dikarenakan membeludaknya pendaki yang hendak naik ke Gunung Semeru, tak sedikit yang akhirnya harus rela untuk menunda pendakian dan lebih memilih untuk bermalam di Ranu pani ini. Di Desa Ranu Pani ini, terdapat sebuah danau juga. Nah, disinilah kami mendirikan tenda untuk bermalam, sekaligus untuk antri tiket perijinan. Saat itu hujan deras mengguyur kami yang sedang membangun tenda, dan selepas hujan itu, hawa dingin pun serta merta menyertai tubuh menggil kami. Udara di Danau Ranu Pani terbilang dingin, sangat dingin malah.
Hujan kembali mengguyur kami saat malam menyapa. Kami hanya berdiam di dalam tenda, sambil memainkan permainan raja. Sederhana, tapi menyenangkan. Malam sepertinya berlari dengan cepat, karena harus meneruskan untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak pada esok hari, kami pun memutuskan untuk segera tidur. Hanya beralaskan matras, dan berselimut slepping bag, tapi lumayan hangat karena bersama teman-teman. Lagi-lagi, sederhana tapi menyenangkan.
Esok hari menanti kami, jalan panjang menuju puncak Mahameru menunggu kami, Puncak Mahameru seidkit lagi, ku pastikan diriku tidur nyenyak malam itu untuk menyambut perjalanan panjang menuju puncak Mahameru.
to be continued.....
Desa Ranupane, adalah desa terakhir sebelum Gunung Semeru. Tak salah jika tempat ini adalah tempat berkumpulnya para pendaki entah itu yang akan menuju puncak atau setelah turun puncak. Di desa ini pulalah pos perizinan untuk mengurus surat-surat dan berbagai ijin untuk naik ke semeru terletak. Jangan sekali-kali untuk mecoba untuk menjadi pendaki ilegal ya. Selain terdapat pos perijinan, para pendaki juga disuguhkan warung-warung makan dan toko oleh-oleh.
Kembali ke cerita saya, dikarenakan membeludaknya pendaki yang hendak naik ke Gunung Semeru, tak sedikit yang akhirnya harus rela untuk menunda pendakian dan lebih memilih untuk bermalam di Ranu pani ini. Di Desa Ranu Pani ini, terdapat sebuah danau juga. Nah, disinilah kami mendirikan tenda untuk bermalam, sekaligus untuk antri tiket perijinan. Saat itu hujan deras mengguyur kami yang sedang membangun tenda, dan selepas hujan itu, hawa dingin pun serta merta menyertai tubuh menggil kami. Udara di Danau Ranu Pani terbilang dingin, sangat dingin malah.
Hujan kembali mengguyur kami saat malam menyapa. Kami hanya berdiam di dalam tenda, sambil memainkan permainan raja. Sederhana, tapi menyenangkan. Malam sepertinya berlari dengan cepat, karena harus meneruskan untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak pada esok hari, kami pun memutuskan untuk segera tidur. Hanya beralaskan matras, dan berselimut slepping bag, tapi lumayan hangat karena bersama teman-teman. Lagi-lagi, sederhana tapi menyenangkan.
Esok hari menanti kami, jalan panjang menuju puncak Mahameru menunggu kami, Puncak Mahameru seidkit lagi, ku pastikan diriku tidur nyenyak malam itu untuk menyambut perjalanan panjang menuju puncak Mahameru.
to be continued.....
Emoticon